DPR Abaikan Nasib 2.641 PRT

JALA PRT menilai penundaan pembahasan RUU PPRT sama saja dengan mengabaikan nasib ribuan PRT yang mengalami kekerasan.

Jakarta, CNN Indonesia

Jaringan Advokasi Nasional untuk Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT) menilai penundaan pembahasan Rancangan Undang-undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) sama saja dengan mengabaikan nasib ribuan PRT yang mengalami kekerasan.

Koordinator Nasional JALA PRT Lita Anggraini mengatakan Ketua Fraksi PDIP Utut Adianto menyebut tidak ada kegentingan dalam pengesahan RUU PPRT. Lita menilai pernyataan Utut tersebut merupakan bias kelas.

“Kalau Pak Utut bilang tidak ada kegentingan memaksa, Pak Utut mengabaikan 2.641 PRT korban kekerasan fatal, ada puluhan yang meninggal. Apakah karena PRT hal itu tidak dipandang tidak genting? Itu menunjukkan bias kelas dari fraksi terbesar yang mengaku bahwa itu fraksi dari partai wong cilik,” kata Lita kepada CNNIndonesia.com, Jumat (10/3).

Ia juga menyayangkan pernyataan Utut yang mengatakan ketentuan mengenai PRT sudah diatur dalam UU Ketenagakerjaan, padahal UU itu tidak mengakui dan mengatur PRT.

Menurutnya, RUU PPRT perlu segera disahkan karena merupakan bentuk perlindungan bagi PRT. Maka dari itu, JALA PRT meminta agar RUU tersebut segera dibahas.

“Kalau ada hal-hal perbedaan itu kan bisa dibahas ketika RUU ini dibahas pemerintah,” kata Lita.

Lita juga menilai Puan Maharani sebagai ketua DPR perempuan pertama seharusnya memiliki peranan besar agar RUU PPRT segera dibahas. Apalagi Puan mengatakan akan mendengarkan pendapat masyarakat mengenai RUU PRT.

Jika DPR tidak mengambil langkah konkret, Jala PRT akan melakukan aksi mogok makan di depan Gedung DPR pada 15 Maret mendatang.

“Apabila tidak ada langkah konkret dari pimpinan DPR kami akan terus aksi dan 15 Maret, akan melakukan mogok makan,” ujar Lita.

Ketua DPR Puan Maharani mengatakan pihaknya memutuskan menunda pembahasan RUU PPRT. Puan mengatakan sudah membahas Surat Badan Legislasi (Baleg) tentang RUU PPRT dalam rapat pimpinan (Rapim) DPR pada 21 Agustus 2022 lalu.

Menurutnya, para pimpinan DPR memutuskan untuk menunda membawa RUU PPRT ke Rapat Badan Musyawarah (Bamus).

“Keputusan rapim saat itu menyetujui untuk melihat situasi dan kondisi terlebih dahulu. Saat itu dirasa belum tepat untuk diagendakan dalam rapat Bamus dan masih memerlukan pendalaman,” kata Puan dalam keterangan tertulis, Kamis (9/3).

Atas keputusan tersebut, kata Puan, RUU PPRT belum dapat dibawa ke Rapat Paripurna DPR untuk disahkan sebagai RUU inisiatif DPR lantaran belum dibahas dalam rapat Bamus.

“Oleh karenanya RUU PPRT belum diagendakan dalam Rapat Bamus untuk dijadwalkan dalam rapat paripurna untuk menyetujui RUU tersebut sebagai RUU usul inisiatif DPR,” ujarnya.

Meski begitu, Puan menyebut DPR akan mempertimbangkan masukan masyarakat. Ia mengklaim DPR senantiasa mendengarkan aspirasi rakyat termasuk dalam pembentukan legislasi.

[Gambas:Video CNN]

 

(fby/pta)


[Gambas:Video CNN]




Sumber: www.cnnindonesia.com