Jakarta, CNN Indonesia —
Asosiasi Eksportir Timah Indonesia (AETI) mengatakan ada tiga kendala dalam hilirisasi timah. Kendala tersebut adalah terkait lahan, pendanaan, dan teknologi.
Terkait lahan, Wakil Ketua AETI Harwendra Adityo mengatakan tidak ada kawasan khusus di industri. Salah satunya, di Bangka Belitung.
“Kami ingin bangun pabrik hilirisasi di Bangka Belitung cuman ke dalam kawasan ekonomi. Di Bangka Belitung tidak ada kawasan ekonomi industri khusus di sana,” ujar Wakil Ketua AETI Harwendra Dityo dalam rapat dengan Komisi VII DPR, Rabu (1/2).
Kemudian terkait pendanaan, ia mempertanyakan apakan bank BUMN atau swasta nasional mau mendukung pendanaan hilirisasi, atau harus mencari investasi dari luar negeri.
“Kalau misalnya dana dari luar tentunya untuk masuk ke Indonesia tentunya butuh jalur karpet merah supaya hilirisasi bisa berjalan dengan baik,” ujarnya.
Sementara terkait teknologi, Herwandra mengatakan perusahaan harus mencontoh teknologi di luar negeri karena jika tidak sesuai standar makan akan sulit untuk memasarkan produk hilirisasi.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Ditjen Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Ridwan Djamaluddin mengatakan pihaknya sudah membentuk kelompok kerja sejak enam bulan lalu untuk mengantisipasi kebijakan larangan ekspor timah.
Kelompok kerja itu terdiri dari kementerian dan lembaga pemerintahan dan asosiasi profesi seperti Kadin.
[Gambas:Video CNN]
“Ini adalah persiapan larangan ekspor yang paling serius yang kami siapkan,” ujar Ridwan.
Ia menambahkan terdapat pro dan kontra dalam pelarangan ekspor timah. Beberapa pro yaitu Indonesia merupakan produsen timah terbesar kedua di dunia. Kemudian terdapat potensi nilai tambah dalam hilirisasi timah.
Sementara kontranya adalah industri produk end user penyerapan logam timah dalam negeri masih sangat kecil, sedangkan ekspor sangat besar. Kemudian logam timah bukan bahan baku utama dalam proses produksi dan hanya bahan baku pendukung.
“Kemudian hal-hal yang sifatnya kebijakan atau dukungan kebijakan insentif dan lain-lain saat ini belum ada,” ujar Ridwan.
(fby/agt)
[Gambas:Video CNN]
Sumber: www.cnnindonesia.com