Keluh Warga soal Subsidi Motor Listrik Tak Efektif: Tetap Bikin Macet

Pemerintah berencana memberikan subsidi motor listrik Rp7 juta per motor, dan akan diatur dalam PMK yang bakal terbit Maret 2023.

Jakarta, CNN Indonesia

Masyarakat menilai pemberian subsidi motor listrik senilai Rp7 juta per unit tidak efektif. Pemberian insentif itu nantinya akan diatur dalam peraturan menteri keuangan (PMK) yang bakal terbit Maret 2023.

Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan subsidi motor listrik sebesar Rp7 juta, untuk motor listrik baru dan konversi. Ia menargetkan ada 50 ribu unit motor yang akan dikonversi tahun ini.

Sementara target subsidi untuk pembelian motor listrik baru kurang lebih tak jauh beda. Dengan target tersebut, pemerintah setidaknya harus merogoh kocek sampai Rp350 miliar untuk memenuhi target subsidi 50 ribu unit motor listrik konversi di 2023.

Menanggapi kabar subsidi tersebut, seorang warga di bilangan Kalibata bernama Ningsih (28) kaget dengan angka yang fantastis ini. Menurutnya, ide soal subsidi motor listrik ini dianggap tidak penting, jauh dari efektif.

“Agak problematik juga, nambah kemacetan. Mending pemerintah fokus ngebenahin ke transportasi publik yang layak dan (berbentuk kendaraan) listrik juga. Selain mengurangi kemacetan, dan emisi juga,” kata Ningsih saat ditemui CNNIndonesia.com, Selasa (21/2).

Perkiraan anggaran sebesar Rp350 miliar ini juga menurutnya sangat besar, terlebih jika mengingat subsidi ini akan diberikan secara perorangan.

Ia membandingkan harga bus yang digunakan oleh TransJakarta saja harganya hanya berkisar di Rp1 miliar hingga Rp3 miliar.

“Boros. Sudah bener fokus ke angkutan umum aja dan dialokasikan ke lain-lain, yang berkaitan dengan publik atau fasilitas umum, nggak perseorangan. Jadi curiga beneran mau mengurangi emisi apa menyukseskan perusahaan motor listrik aja?” sindirnya.

Senada, Anto (22) yang baru mengetahui rencana subsidi motor listrik ini menganggap tetap tak efektif. Meski langkah ini dilakukan pemerintah untuk mencapai target zero net emission pada 2050 mendatang, namun persoalan macet di kota-kota besar tak akan terurai.

Padahal menurutnya jika pemerintah memilih untuk fokus pada transportasi publik, dua persoalan yaitu macet dan emisi bisa berkurang sekaligus.

“Menurut gua ya sama aja bikin jalanan makin macet. Ada baiknya, pemerintah merencanakan untuk membangun transportasi publik yang lebih ramah lingkungan, dan bikin regulasi yang benar-benar menahan masyarakat untuk membeli kendaraan pribadi,” kata Anto.

Ia meyakini jika pemerintah memaksimalkan transportasi publik maka akan menjadi kebijakan yang lebih efektif. Anto menilai seharusnya pemerintah membuat peraturan yang memberikan insentif bagi pengguna transportasi publik, bukan pengguna kendaraan pribadi.

Sebagai pengguna transportasi publik sehari-hari, Anto merasa pemerintah justru salah memilih prioritas.

“(Seharusnya) ada aturan yang membuat masyarakat lebih milih pakai kendaraan umum dibanding kendaraan pribadi. Terus fasilitas transportasi umum juga diperbaiki, selama ini kalau kita naik kendaraan umum masih berjejalan. Ya tambahin kek armadanya,” paparnya.

Menurut Anto saat ini masyarakat belum siap dengan keberadaan kendaraan listrik secara masif. Terlebih, ia mengaku tak tahu target subsidi yang diberikan pemerintah ini untuk masyarakat golongan yang mana.

“Urusan emisi karbon dan ramah lingkungan belum jadi pertimbangan utama, tapi bisa jadi ada urusan investasi dan bisnis yang lebih dipertimbangkan di balik wacana subsidi motor listrik ini,” sentil Anto.

Lebih jauh, ia mengaku tak tertarik dengan iming-iming subsidi motor listrik ini. Menurutnya, jika berniat untuk membeli kendaraan baru pun, ia tak mempertimbangkan kendaraan listrik sebagai pilihan.

“Jadi ya walaupun ada rencana subsidi motor listrik gua belum tertarik sih, karena ya pemerintah ibaratnya kaya cuma ingin pindah dari masalah satu ke masalah lainnya,” tegasnya.

[Gambas:Video CNN]

(cfd/dzu)





Sumber: www.cnnindonesia.com