Jakarta, CNN Indonesia —
Anggota Komisi III DPR RI Dede Indra Permana Soediro buka suara terkait menurunnya kepercayaan masyarakat dalam membayar pajak akibat gaya hidup mewah hingga indikasi kekayaan ‘tak wajar’ yang dimiliki sejumlah pejabat belakangan ini. Menurut Dede, perlu ada tindakan tegas dari aparat penegak hukum dalam memberi sanksi kepada oknum-oknum pejabat yang terlibat melakukan kecurangan.
Dede menilai, perlu ada pembenahan Sumber Daya Manusia (SDM) dalam tubuh Kementerian Keuangan, Direktorat Jenderal Pajak, maupun Bea Cukai terkait oknum-oknum yang melakukan pelanggaran untuk memperkaya diri sendiri. Sehingga bisa mengembalikan kepercayaan publik terhadap aparatur negara.
Dede mengatakan, perlu dilihat lebih jauh akar dan substansi yang mengakibatkan terjadinya pelanggaran baik dari pihak petugas pajak maupun dari wajib pajaknya.
“Sebagai contoh, kami mendapat aspirasi dari kalangan pengusaha transportasi yang mana apabila seorang pengusaha akan mengimport barang dalam hal ini truk pengangkut, pengusaha dikenakan PPN 11 persen, Bea Masuk 5 persen, PPh 2,5 persen, dan BPNKB hingga Rp70 juta per unit, padahal sebelum unit truk tersebut beroperasi unit harus dilengkapi trailer dan kelengkapan lainnya,” ujar Dede dalam keterangan tertulisnya.
Dari aspirasi itu, kata Dede, dapat dilihat seberapa tinggi dan tumpuk menumpuknya pajak atau kewajiban yang harus dibayarkan seorang pengusaha. Padahal unit yang diimpor tersebut menjadi modal investasi dan berniaga di wilayah Indonesia, mendorong terjadinya perputaran ekonomi di Indonesia, serta menyerap tenaga kerja.
“Tapi ketika import unit jadi seharusnya tidak dikenakan PPN 11 persen karena tidak ada nilai tambah yang akhirnya harga unit yang sudah tinggi bertambah tinggi hingga mencapai 40 persen dari harga aslinya,” ucap pria yang karib disapa Dede Soediro ini.
Menurut politikus PDI-Perjuangan ini, tingginya kewajiban pajak dan kompleksnya regulasi berpotensi memunculkan kecenderungan untuk melakukan akal-akalan maupun persekongkolan antara petugas dan pengusaha. Potensi persekongkolan itu bisa terjadi karena pengusaha tidak mampu mengeluarkan modal investasi yang begitu besar.
“Bisa kita lihat dari banyaknya perusahaan transportasi yang tutup, karena unit lama yang sudah usang harus diregenerasi namun cost terlalu tinggi, maka terjadi kelangkaan padahal permintaan/kebutuhan akan transportasi masih tinggi sehingga endingnya terjadi inflasi,” ucapnya.
“Yang menjadi pertanyaan mengapa insentif pajak justru diberikan pada barang konsumsi dengan mengurangi Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) bukan pada barang modal usaha yang nantinya menjadi pendorong roda perekonomian tanah air,” ujar Dede.
Untuk diketahui, belum reda kabar kekayaan fantastif yang dimiliki mantan pejabat Ditjen Pajak, Rafael Alun Trisambodo dan mantan Kepala Kantor Bea Cukai Yogyakarta Eko Darmanto, kini muncul isu dugaan penyelundupuan mobil-mobil mewah dari luar negeri.
Dugaan penyelundupan itu diungkap Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman. Dia menyebut, dugaan penyelundupan mobil mewah jenis Mercedes Benz pada November 2022 lalu itu masuk melalui Pelabuhan Tanjung Emas, Semarang ke Bea Cukai Wilayah Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Mengenai dugaan penyelundupan itu, Dede menilai, dari hasil pengamatan pihaknya di lapangan ditemukan modus para importir dalam membawa barang-barang mewah masuk ke Indonesia. Dimana barang-barang itu tidak tercantum dengan benar dan sesuai dalam dokumen impor.
Menurutnya, hal itu bisa terjadi karena antara importir dan oknum petugas Bea Cukai sudah ‘bersepakat’ sehingga barang-barang tersebut bisa lancar masuk ke Indonesia.
“Modus mengimport barang tetapi yang dicantumkan dalam dokumen importnya berbeda. Apabila sudah ‘terkondiskan’ dengan oknum petugas Bea Cukai maka barang ilegal ini dengan lancar bisa masuk dan dapat digunakan di dalam negeri,” kata dia.
“Namun ketika sesekali terjadi ‘temuan’, maka dengan mudahnya importir menyatakan bahwa oleh pengirim barang yang dikirim salah tidak sesuai dokumen pesanan, maka importir tinggal melakukan re-export ke pengirim tanpa dikenakan sanksi apapun,” ujar dia.
Dede menilai, modus-modus hingga alasan-alasan itu yang membuat penyelundupan barang-barang mewah marak terjadi. Karenanya, dia meminta aparat penegak hukum berani dan tegas dalam menindak hingga memberi sanksi pidana kepada importir dan oknum Bea Cukai yang turut terlibat melakukan kecurangan.
“Menurut kami aparat penegak hukum harus tegas menerapkan sanksi pidana kepada importir dan oknum bea cukai yang terlibat, sehingga tercipta ekosistem niaga yang sehat tanpa ada tendensi apapun,” pungkas Dede.
(osc)
Sumber: www.cnnindonesia.com