Jakarta, CNN Indonesia —
Ombudsman Indonesia menilai harga kendaraan listrik di Indonesia, terutama mobil, masih mahal. Harga di Tanah Air bahkan lebih mahal dibanding Amerika Serikat (AS), Eropa hingga Australia.
Berdasarkan data yang diterima Ombudsman dari Komunitas Mobil Listrik Indonesia, harga di Indonesia masih mahal karena insentif yang kurang. Sebagai contoh, harga jual mobil listrik Kona Dai Hyundai di Indonesia mencapai Rp698 juta per unit.
Sementara di Amerika Serikat dan Eropa, mobil ini dibanderol Rp450 juta per unit, di Korea Selatan sekitar Rp350 juta per unit, lalu di Australia sekitar Rp500 juta per unit.
Anggota Ombudsman RI Hery Susanto mengatakan dengan kondisi ini, jika pemerintah ingin meningkatkan penggunaan mobil listrik, maka harus segera memberikan insentif untuk kendaraan tersebut.
“Dalam pemberian insentif, pemerintah perlu komitmen dan konsisten untuk mengembangkan secara bertahap pertumbuhan kendaraan listrik,” ujarnya dalam konferensi pers, Selasa (14/2).
Ombudsman juga menemukan disparitas harga yang cukup tinggi antara harga pabrik dengan harga jualnya di pasar Indonesia. Misalnya untuk mobil listrik Wuling, harga di pabrik China hanya berkisar Rp85 juta hingga Rp90 juta. Namun, sesampainya di Indonesia harga pasaran menjadi Rp300 juta.
Menurut Hery, karena harga jual saat ini cukup mahal maka insentif pembelian perlu menyesuaikan dengan harga jual.
“Masyarakat Indonesia rata-rata memiliki tingkat ekonomi menengah, jika insentif pembelian dana awal tidak terlalu besar, maka dampaknya tidak signifikan atau tidak membantu dalam kemudahan pembelian mobil listrik,” jelasnya.
Ombudsman menemukan sampai saat ini insentif fiskal yang diberikan baru berupa gratis bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB), potongan atau pengurangan pajak kendaraan bermotor (PKB), serta diskon sampai 90 persen untuk pemasangan home charging.
Namun, insentif itu belum merata. Oleh karenanya, diperlukan komitmen pemerintah agar insentif memberikan dampak pada masyarakat.
Kemudian, ombudsman juga menemukan Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) yang masih minim dengan sebaran masih terpusat di kota besar saja seperti DKI Jakarta. Lalu, beberapa SPKLU yang ada juga ditemukan dalam keadaan rusak atau tak berfungsi.
Untuk itu, Ombudsman menyarankan pemerintah untuk memperbanyak dan memperluas penyebaran SPKLU dengan memperhatikan sarana pendukungnya seperti, petunjuk penggunaan yang jelas, call center, tempat tunggu yang nyaman, serta SOP perawatan dan perbaikan jika ada kerusakan.
Permasalahan lain yang ditemukan Ombudsman adalah penanganan limbah baterai yang belum ada kebijakannya. Sebab, baterai kendaraan listrik memiliki usia penggunaannya sekitar 10-15 tahun, alias tidak bisa digunakan selamanya sehingga perlu ditangani.
Apalagi, limbah baterai kendaraan listrik termasuk dalam limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Sebab kandungan elektrolit di dalam baterai dapat berdampak buruk terhadap lingkungan, termasuk kesehatan manusia.
“Maka perlu langkah nyata yang disiapkan, bukan hanya aspek regulasi tetapi juga dalam tataran implementasi untuk mengantisipasi menumpuknya limbah baterai,” pungkasnya.
[Gambas:Video CNN]
(ldy/pta)
[Gambas:Video CNN]
Sumber: www.cnnindonesia.com