Jakarta, CNN Indonesia —
Kebakaran yang melanda Depo Pertamina Plumpang, Jakarta Utara pada Jumat (3/3) malam menyisakan catatan. Tak semestinya area pemukiman warga berdekatan dengan wilayah depo bahan bakar minyak (BBM).
Direktur Eksekutif Energi Watch Daymas Arrangga mengatakan bahwa jarak ideal antara pemukiman dengan depo mestinya adalah puluhan meter. Kurang dari itu, warga bisa terpapar risiko radiasi saat terjadi kebakaran.
Oleh karena itu, ia menilai diperlukan adanya penertiban pemukiman warga di sekitar depo.
“Perlu penertiban permukiman-permukiman liar yang ada di sekitar depo. Karena kalau tidak, ketika terjadi sebuah risiko bencana kebakaran, [maka] akan seperti yang ada di video-video, begitu banyak dan begitu paniknya warga masyarakat yang memang tinggal di sekitar sana,” kata Daymas kepada CNNIndonesia.com, Sabtu (14/3).
Daymas menjelaskan depo memiliki radius paparan yang bervariasi, mulai dari 13 sampai 20 meter tergantung besaran tangki. Sementara radius radiasi panas bisa mencapai 50 meter.
Dia berujar banyaknya korban luka akibat kebakaran depo Plumpang saat ini merupakan contoh dari paparan radiasi panas.
Pemerintah dan pihak Pertamina, lanjut Daymas, perlu menginformasikan warga soal bahaya paparan radiasi panas tersebut.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh pengamat energi sekaligus Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa. Ia menilai, kawasan depo Plumpang seharusnya dibenahi agar tak terjadi insiden serupa di masa depan.
Fabby mengatakan bahwa sarana produksi dan penyimpanan BBM tak semestinya berada di lingkungan padat penduduk. Pemukiman dan depo, lanjut dia, seyogianya memiliki jarak aman puluhan hingga ratusan meter.
“Antara fasilitas ini dan pemukiman ada jarak aman, beberapa puluh hingga beberapa ratus meter,” kata Fabby saat dihubungi terpisah.
Fabby mengatakan, depo Plumpang sebetulnya sudah dibangun sejak awal 1970-an kala tak banyak penduduk menghuni lingkungan tersebut. Lokasi itu baru dipadati penduduk seiring berkembangnya waktu.
Ilustrasi. Pengamat mengingatkan tak semestinya depo dan penyimpanan BBM berdekatan dengan pmukiman warga. (ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto)
|
Oleh sebab itu, menurut Fabby, perlu ada regulasi yang ketat untuk membenahi kawasan tersebut. Dia menilai warga harus direlokasi dengan memberikan ganti rugi yang memadai.
“Kebakaran kali ini disinyalir berasal dari kebakaran pipa minyak, bukan di depo penyimpanan. Jadi apabila benar demikian, maka perlu ada pengamanan di sepanjang jalur pipa, termasuk adanya buffer zone dari permukiman warga,” kata Fabby.
Buffer zone sendiri adalah area kosong antara fasilitas dengan permukiman guna mencegah terjadinya musibah yang bisa merambat ke kawasan penduduk.
Soal buffer zone ini, Pertamina sudah mengkhawatirkan hal itu sejak 2016. Direktur Pemasaran Pertamina kala itu, Ahmad Bambang kala itu, pihaknya membutuhkan buffer zone yang lebih memadai untuk depo agar operasional berjalan dengan kondusif tanpa harus khawatir akan risiko.
Ahmad juga menyebut bahwa isu pembebasan lahan guna memperluas buffer zone telah terjadi sebelum 2016. Pihaknya telah berkoordinasi dengan Pemda DKI Jakarta untuk menemukan solusinya.
Dilaporkan sebelumnya, lokasi fasilitas Depo Pertamina Plumpang dan pemukiman warga hanya dipisah oleh tembok tinggi dan satu ruas jalan dengan panjang sekitar 2 meter. Tangki-tangki besar milik Pertamina terlihat dengan jelas dari area pemukiman.
Kondisi yang berdekatan itu membuat kebakaran dengan cepat merambat meluluh lantakkan wilayah pemukiman. Rumah-rumah tampak hancur dan bersisa puing-puing. Sejumlah mobil di wilayah tersebut juga terlihat hangus.
Hingga saat ini, sebanyak 15 orang dilaporkan tewas dalam insiden tersebut. Sebanyak 49 lainnya mengalami luka-luka dan tengah menjalani perawatan di beberapa rumah sakit rujukan.
Sementara itu, sebanyak 1.085 warga terdampak juga harus mengungsi. Para pengungsi tersebar di delapan posko pengungsian yang ada di wilayah Jakarta Utara.
(asr/asr)
[Gambas:Video CNN]
Sumber: www.cnnindonesia.com